MASJID AGUNG DEMAK
Masjid Agung Demak adalah salah satu mesjid tertua yang ada di Indonesia. Masjid ini terletak di desa Kauman, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Masjid ini dipercayai pernah menjadi tempat berkumpulnya para ulama (wali) yang menyebarkan agamaIslam ditanah Jawayang disebut dengan Walisongo. Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan Demak sekitar abad ke-15 Masehi.
Masjid Agung Demak juga telah dicalonkan untuk menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO semenjak tahun 1995.Arsitektur
Masjid ini mempunyai bangunan-bangunan induk dan serambi. Bangunan induk memiliki empat tiang utama yang disebut saka guru. Tiang ini konon berasal dari serpihan-serpihan kayu, sehingga dinamai saka tatal. Bangunan serambi merupakan bangunan terbuka. Atapnya berbentuk limas yang ditopang delapan tiang yang disebut Saka Majapahit. Atap limas Masjid terdiri dari tiga bagian yang menggambarkan ; (1) Iman, (2) Islam, dan (3) Ihsan. Di Masjid ini juga terdapat “Pintu Bledeg”, bertuliskan Condro Sengkolo, yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, dengan makna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.
Raden Patah bersama Wali Songo mendirikan Masjid Maha karya abadi yang karismatik ini dengan memberi prasasti bergambar bulus. Ini merupakan Condro Sengkolo Memet, dengan arti Sariro Sunyi Kiblating Gusti yang bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus terdiri dari kepala yang berarti angka 1 ( satu ), kaki 4 berarti angka 4 ( empat ), badan bulus berarti angka 0 ( nol ), ekor bulus berarti angka 1 ( satu ). Bisa disimpulkan, Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka.
Di dalam lokasi kompleks Masjid Agung Demak, terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak dan para abdinya. Di sana juga terdapat sebuah Museum Masjid Agung Demak, yang berisi berbagai hal mengenai riwayat berdirinya Masjid Agung Demak.
MAKAM RAJA-RAJA DEMAK
MAKAM SUNAN KALIJAGA
Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga atau Sunan Kalijogo adalah seorang tokoh Wali Songo yang sangat lekat dengan Muslim di Pulau Jawa, karena kemampuannya memasukkan pengaruh Islam ke dalam tradisi Jawa. Makamnya berada di Kadilangu, Demak.Riwayat
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang "tatal" (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.Kelahiran
Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1450 dengan nama Raden Said. Dia adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilwatikta atau Raden Sahur. Nama lain Sunan Kalijaga antara lain Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman. Berdasarkan satu versi masyarakat Cirebon, nama Kalijaga berasal dari Desa Kalijaga di Cirebon. Pada saat Sunan Kalijaga berdiam di sana, dia sering berendam di sungai (kali), atau jaga kali.Silsilah
Mengenai asal usul beliau, ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa beliau juga masih keturunan Arab. Tapi, banyak pula yang menyatakan ia orang Jawa asli. Van Den Berg menyatakan bahwa Sunan Kalijaga adalah keturunan Arab yang silsilahnya sampai kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Sementara itu menurut Babad Tuban menyatakan bahwa Aria Teja alias 'Abdul Rahman berhasil mengislamkan Adipati Tuban, Aria Dikara, dan mengawini putrinya. Dari perkawinan ini ia memiliki putra bernama Aria Wilatikta. Menurut catatan Tome Pires, penguasa Tuban pada tahun 1500 M adalah cucu dari peguasa Islam pertama di Tuban. Sunan Kalijaga atau Raden Mas Said adalah putra Aria Wilatikta. Sejarawan lain seperti De Graaf membenarkan bahwa Aria Teja I ('Abdul Rahman) memiliki silsilah dengan Ibnu Abbas, paman Muhammad. Sunan Kalijaga mempunyai tiga anak salah satunya adalah Umar Said atau Sunan Muria.Pernikahan
Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishak, dan mempunyai 3 putra: R. Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rakayuh dan Dewi Sofiah.Berda'wah
Menurut cerita, Sebelum menjadi Walisongo, Raden Said adalah seorang perampok yang selalu mengambil hasil bumi di gudang penyimpanan Hasil Bumi. Dan hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang-orang yang miskin. Suatu hari, Saat Raden Said berada di hutan, ia melihat seseorang kakek tua yang bertongkat. Orang itu adalah Sunan Bonang. Karena tongkat itu dilihat seperti tongkat emas, ia merampas tongkat itu. Katanya, hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang yang miskin. Tetapi, Sang Sunan Bonang tidak membenarkan cara itu. Ia menasihati Raden Said bahwa Allah tidak akan menerima amal yang buruk. Lalu, Sunan Bonang menunjukan pohon aren emas dan mengatakan bila Raden Said ingin mendapatkan harta tanpa berusaha, maka ambillah buah aren emas yang ditunjukkan oleh Sunan Bonang. Karena itu, Raden Said ingin menjadi murid Sunan Bonang. Raden Said lalu menyusul Sunan Bonang ke Sungai. Raden Said berkata bahwa ingin menjadi muridnya. Sunan Bonang lalu menyuruh Raden Said untuk bersemedi sambil menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke tepi sungai. Raden Said tidak boleh beranjak dari tempat tersebut sebelum Sunan Bonang datang. Raden Said lalu melaksanakan perintah tersebut. Karena itu,ia menjadi tertidur dalam waktu lama. Karena lamanya ia tertidur, tanpa disadari akar dan rerumputan telah menutupi dirinya. Tiga tahun kemudian, Sunan Bonang datang dan membangunkan Raden Said. Karena ia telah menjaga tongkatnya yang ditanjapkan ke sungai, maka Raden Said diganti namanya menjadi Kalijaga. Kalijaga lalu diberi pakaian baru dan diberi pelajaran agama oleh Sunan Bonang. Kalijaga lalu melanjutkan dakwahnya dan dikenal sebagai Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung "sufistik berbasis salaf" -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil memengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang. Tidak mengherankan, ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul. Dialah menggagas baju takwa, perayaan sekatenan, garebeg maulud, serta lakon caranganLayang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu ("Petruk Jadi Raja"). Lanskap pusat kota berupa kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini pula dikonsep oleh Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga; di antaranya adalah adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang.Wafat
- MAKAM SYECH ABDULLAH AL MUDZAKIRterletak di Dusun Tambaksari, Desa Bedono, Kecamatan Sayung itu.Makam Scyech Abdullah Mudzakir berdiri atas air laut yang dipisahkan dengan daratan, yakni Pulau Blekok. Haul yang ditandai dengan tahlil dan baca doa bersama diikuti tokoh masyarakat setempat, serta para santri dari beberapa pondok pesantren di wilayah Sayung.Untuk menuju ke makam itu, warga ada yang naik perahu dari Pantai Morosari. Ada pula yang berjalan kaki menyusuri jalan setapak yang menghubungkan Desa Bedono dengan dukuh Tambaksari. Jalannya makin mengecil lantaran tergerus abrasi air laut.Panitia haul Naim Anwar mengungkapkan, Syech Mudzakir merupakan sosok pejuang atau ulama besar di zamannya, dan telah melegenda hingga kini.Karena itu, apa yang pernah di lakukan menumbuhkan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin di bumi jawa patut diapresiasi, termasuk melalui kegiatan haul.Cerita rakyat setempat mengungkapkan, Syech Abdullah Mudzakir adalah seseorang pejuang kemerdekaan di zamannya. Ia hidup antara 1.900 hingga 1960-an. Ia berasal dari kampung Wringinjajar, Kecamatan Mranggen kemudian menetap dan menumbuhkan ajaran Islam di pesisir Pantai Sayung itu.Cerita lain menyebutkan, Kiai Tohir berasal dari Gujarat India. Dalam prantauannya, ia sempat terdampar di Semarang. Kemudian, dalam perjalannanya bertemu dengan Syech Mudzakir yang sama-sama berguru di Syech Sholeh Darat. Usai berguru itu, keduanya berpencar dalam berdakwah. Meski demikian, tempat tinggal mereka tidak berjauhan.Untuk mengenang perjuangan Syech Mudzakir itu, setiap akhir bulan Dzulqo’dah seperti saat ini, warga beramai-ramai mengadakan haul di makam tengah laut ini. Di sana, warga berdoa dan berharap pada Allah SWT agar mereka diberikan keselamatan dan dijauhkan dari bencana.KH. Abdullah Mudzakir yang lebih dikenal oleh masyarakat Sayung dengan sebutan Mbah Mudzakir, memang sosok pejuang sebagaimana diungkapkan oleh Guru saya almaghfurlah KH. Ali Syafi’i (Habib Ali Bin Muhammad Al-haddad) Pendiri Po Pes Nahdlatusy Syubban Sayung, namung sayangnya Pemerintah belum menganugerahi jasanya sebagai Pahlawan. mengenai asal beliau dari Dukuhan Desa Kalisari Sayung, beliau Putra Mbah Ibrahim Suro yang masih keturunan P. Diponegoro, memang dari ibunya beliau masih keturunan Mbah Shodiq Jago Wringinjajar, dan masih keturunan Sunan Bayat. Sedangkan Mbah Thohir,dimakamkan du Dusun Nyangkringan, Desa Sriwulan Sayung. Keduanya disebutkan pernah menjadi murid atau santri Kiai Sholeh Darat, Semarang. wali Pejuang yang juga belum dianugerahi sebagai Pahlawan membangun masjid saja tahun 1875,sedangkan Mbah Mudzakir wafat tahun 1950, jadi saya rasa tidak semasa.
Adakah buku tentang Mbah Mudzakir yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya ?
BalasHapusSuwun.